Kamis, 08 Oktober 2009

SEKILAS PENGETAHUAN PASCAL

Struktur dari suatu program pascal terdiri dari sebuah judul program ( program heading ) dan suatu blok program (program blok ) atau badan program ( body program ). Struktur program pascal dapat terdiri dari :
1. Judul program
2. Blok program
a. Bagian deklarasi
- deklarasi label
- defenisi konstanta
- definisi tipe
- deklarasi variabel
- deklarasi prosedur
- deklarasi fungsi
b. Bagian pernyataan


PENULISAN PROGRAM PASCAL

Progaram pascal tidak mengenal aturan penulisan dikolom tertentu, jadi boleh ditulis mulai kolom berapapun. Penulsan statement – statement pada contoh program yang menjorok masuk beberapa kolom tidak mempunyai pengaruh diproses, hanya dimaksudkan supaya mempermudah pembacaan perogram, sehingga akan lebih terlihat bagian – bagiannya.
Contoh penulisan program pascal yang bebas :

Begin
Writeln(’belajar pascal’);
Wrirteln(’.................’)
End.

Contoh penulisan pascal yang tidak dianjurkan :

Begin writeln(’belajar pscal’); writeln(’..............’); end;

Contoh penulisan pascal yang dianjurkan :

Begin
Writeln(’belajar pascal’);
Writeln(’......................’);
End;

SELAMAT BELAJAR :)

Membuat Animasi Dengan Ms. Word

Sering kita dengan kata ANIMASI di sekeliling kita, Animsi menggambarkan objek yang bergerak agar keliatan hidup. Membuat animasi berarti menggerakkan gambar seperti kartun, lukisan, tulisan dan lain-lain. Animasi mulai dikenal sejak media televisi mulai menyajikan gambar-gambar bergerak yang berasal dari rekaman kamera maupun hasil karya seorang animator. Animasi sangat baik untuk presentasi, pemodelan, dokumentasi dan lain-lain. Film animasi kartun yang sering muncul di layar televisi sangat menarik untuk ditonton baik ditingkat anak-anak, remaja bahkan sampai dengan yang dewasa.

Banyak perangkat lunak yang ditawarkan untuk mendukung pembuatan animasi diantaranya : Macromedia Flash, Macromedia Director, Gif Animator, Swish, dll.
Untuk membuat animasi dengan perangkat lunak di atas tentunya diperlukan keahlian khusus, paling tidak harus memahami cara kerja dari perangkat lunak tersebut.

Bagaimana dengan Animasi di MS-Word ?
Microsoft Word merupakan suatu aplikasi editor yang digunakan untuk membuat suatu dokumen yang diciptakan oleh perusahaan software terbesar di dunia yaitu Microsoft. Aplikasi tersebut sering digunakan untuk kebutuhan kantor maupun pribadi, dan mayoritas masyarakat indonesia menggunakan aplikasi tersebut.
Dokumen yang diciptakan oleh banyak orang mungkin kebanyakan terkesan mati (tidak bergerak), sehingga kadangkala membuat orang tersebut bosan untuk membacanya.
Pada tulisan ini saya akan mencoba memberikan langkah-langkah untuk membahas bagaiman cara membuat tulisan atau dokumen yang terkesan hidup (animasi).
Dalam hal ini saya menggunakan Microsoft Word 2003, dan animasi diataranya adalah :
- Blinking Background
- Las Vegas Lights
- Marching Black Ants
- Marching Red Ants
- Shimmer
- Sparkle Text

Langkah – langkah :

1. Buatlah tulisan di Microsoft Word misal : BELAJAR MEMBUAT ANIMASI
2. Lakukan Blok pada tulisan tersebut
3. Klik Menu Format, Font, Text Effects
4. Pilih Jenis animasi pada kotak Animasi.
5. Misal pilihan animasi: Blinking Background
6. Kemudian diakhiri dengan melakukan Klik OK
7. Maka hasilnya text tersebut telah beranimasi blinking background.

oo SELAMAT MENCOBA oo

Bisnis Pendidikan, Etiskah?

SECARA teoretis tidak bisa disangkal bahwa biaya pendidikan
atau penyelengaraan pendidikan sangatlah tinggi. Asumsi ini
paling tidak hidup di benak kalangan profesional dan para ahli
pendidikan. Semakin tinggi biaya pendidikan, semakin tinggi
kualitas pendidikan.

Sepertinya asumsi ini perlu dipertanyakan ulang. Mungkin benar
bahwa semakin tinggi biaya pendidikan semakin tinggi pula
kualitas pendidikan, akan tetapi sulit dan mahalkah pendirian
lembaga pendidikan? Pertanyaan itu pernah terlontar dalam
sebuah obrolan sambil lalu yang tiba-tiba menjadi sangat
serius. Seorang teman jebolan perguruan tinggi luar negeri
menceritakan mahal dan rumitnya penyelenggaraan lembaga
pendidikan, khususnya lembaga pendidikan tinggi. Yang lain
mengungkap sejumlah sarat, prasarat, serta sarana yang mesti
disediakan, secara teoretis tentunya. Pokoknya penyelenggaraan
pendidikan tinggi bukan sesuatu yang bisa dilakukan sambil
lalu.

Di tengan pembicaraan yang serius tersebut, tiba-tiba salah
seorang teman tertawa terbahak-bahak. Ia bilang bahwa
mendirikan lembaga pendidikan itu murah dan mudah. Cukup
mempunyai yayasan dan beberapa lokal kelas. Bahkah, bila
membangun lokal kelas masih dianggap terlalu mahal dan tidak
ada dananya, bisa nebeng (ngontrak, sewa) lokal kelas dari
sekolah yang ada. Kurikulum dan tetek bengek konsep sistem
pendidikan yang akan didirikan tinggal menjiplak dari lembaga
pendidikan yang telah berdiri. Praktis, mudah dan murah! Tidak
perlu survei atau studi kelayakan segala macam. Mendirikan TK,
sekolah dasar, sekolah menengah maupun perguruan tinggi, sama
saja. Perbedaannya tidak seberapa! Urusan kualitas? Siapa yang
peduli dengan kualitas, toh orang hanya peduli dengan ijazah!
Dari pada ijazah palsu, mendingan ijazah yang asli kalau pun
dikeluarkan oleh lembaga pendidikan yang bangunannya ngontrak!
Betulkah sedemikian murahnya mendirikan lembaga pendidikan?
Ketika itu obrolan menjadi simpang-siur antara persolan
penyelenggaraan lembaga pendidikan dengan bisnis pendidikan.
Selama ini, wacana tentang bisnis pendidikan selalu dianggap
tabu. Bahkan, tidak lama berselang, demo antibisnis
pendidikan, bersamaan dengan itu media massa menyorot tajam
persoalan tersebut yang didasarkan pada sejumlah indikasi.
Yaitu tingginya biaya pendidikan yang disebabkan pengurangan
subsidi pendidikan sebagai konsekuensi dari realisasi otonomi
pendidikan.

Kini, dengan diterapkannya kebijakan otonomi pendidikan, yang
semakin diperkecil dan akhirnya ditiadakannya dana (subsidi)
pendidikan, secara konsekuensional bisnis pendidikan menjadi
isu yang mengemuka dengan sendirinya. Dengan kata lain,
pergeseran lembaga pendidikan sebagai lembaga sosial
non-profit (nirlaba) menjadi lembaga yang mau tidak mau harus
mempertimbangkan kemungkinan profit yang lebih besar. Bila
tidak, ia akan mati dengan sendirinya, karena tidak bisa
membiayai aktivitas pendidikannya. Persoalan ini, pada
akhirnya bukan hanya berlaku bagi lembaga pendidikan swasta
akan tetapi juga lembaga pendidikan negeri. Atau lebih
tepatnya tidak ada lagi lemabaga pendiidkan (sekolah) negeri
atau pun swasta.

Bisnis pendidikan, persoalan itu yang kemudian mencuat ke
permukaan. Etiskah bicara dan menyelenggarakan bisnis
pendidikan dalam keterpurukan bangsa ini. Atau lebih
substansial lagi, etiskah bicara dan menyelenggarakan bisnis
pendidikan? Atau, apakah aktivitas penyelenggaraan pendidikan
layak dianggap sebagai barang jasa yang memiliki nilai ekonomi
tinggi?

Bila pendirian lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh
yayasan pendidikan dengan tanpa memiliki lembaga usaha yang
menopang pembiayaan penyelenggaraan pendidikan tersebut, atau
bahkan lembaga pendidikan itu sendirilah yang menjadi penopang
dana yayasan tersebut, mana bisa kita menyebut bahwa dasar
pendirian lembaga pendidikan bahkan pendirian yayasan tersebut
sama sekali bersifat nirlaba, bukan bisnis.
Dengan kata lain, lembaga pendidikan tersebut bukan didirikan
dan diselenggarakan sebagai dimensi sosial dari suatu
perusahaan besar, melainkan lembaga pendidikan itu merupakan
perusahaan itu sendiri. Dengan kata lain, pendirian lembaga
pendidikan benar-benar didasarkan pada orientasi bisnis. Lebih
tegas lagi, boleh disebutkan bahwa ada kemungkinan pendirian
yayasan pendidikan tidak lebih sekadar kedok untuk mendirikan
bisnis pendidikan. Kedok etik dan menghindari besarnya pajak
yang harus dikeluarkan.

Ratusan ribu lebih lembaga pendidikan di Indonesia, dari mulai
tingkat dasar hingga perguruan tinggi, namun berapa persenkah
(bila ada) dari lembaga pendidikan itu didirikan sebagai
"kerja" yayasan yang ditopang oleh perusahan besar? Katakan
seperti funding (yayasan) yang didirikan oleh perusahaan
raksasa. Maka wajar kalau pun ada, yayasan pendidikan yang
benar-benar murni nirlaba, karena ia tidak memiliki sumber
dana yang memadai, lembaga tersebut dengan terpaksa berjalan
tertatih-tatih hidup dengan dana yang sangat minim dari SPP,
atau sumbangan lain yang tidak tentu dan tidak seberapa.
Yayasan pendidikan seperti ini terlahir dari keprihatinan
komunitas kecil yang didorong karena tidak ada atau minimnya
sekolah di daerahnya. Atau, keprihatinan terhadap sistem
pendidikan nasional yang tergambar dari kurikulumnya, yang
meraka anggap terlalu barat dan tidak memanusiakan. Yayasan
seperti ini biasanya didirkan oleh komunitas majelis taklim
atau pesantren yang berada daerah, atau kota-kota kecil. Bukan
bisnis.

Dengan demikian, kesadaran nilai penting dan vitalnya
institusi dan sarana pendidikan bukan hanya sekadar disadari
oleh masyarakat Indonesia, bahkan mereka ikut serta secara
aktif menyelenggarakan lembaga pendidikan, yang kadang tanpa
mempertimbangkan kelayakan dan standar "formal" pendidikan
yang didirikannya. Hal tersebut bisa dimaklumi, karena
pendirian lembaga pendidikan yang mereka lakukan lebih
didasarkan pada kesadaran moral belaka, bukan didasarkan pada
profesonalisme.

Bila menjamurnya penyelenggaraan pendidikan yang didasarkan
pada orientasi bisnis, apalagi kecenderungan tersebut
diperkuat oleh adanya gerakan otonomi lembaga pendidikan di
mana setiap lembaga pendidikan (termasuk lembaga pendidikan
negeri) dituntut untuk menghidupi dan membiayai diri sendiri,
maka bisnis di sektor pendidikan bukan lagi merupakan sesuatu
yang mesti dianggap tabu dan tidak etis.

Persoalannya bagaimana kode etik dan prinsip-prinsip bisnis di
sektor pendidikan ini dirumuskan, sehingga tidak mengabaikan
kualitas pendidikan. Bahkan, bagaimana logika bisnis sektor
pendidikan ini dirumuskan di atas prinsip, penyelenggaraan
pendidikan dengan biaya serendah-rendahnya dengan kualitas
setinggi-tingginya, dan bukan sebaliknya.
Secara umum pengelola lembaga pendidikan, khususnya lembaga
pendidikan negeri yang tidak memiliki pengalaman mencari,
mengolah dan mengelola dana secara mandiri, benar-benar
kelimpungan. Di satu sisi mereka membutuhkan biaya yang tidak
sedikit untuk bisa survive, di sisi lain mereka berhadapan
dengan beban etik dan fakta bahwa mereka sama sekali tidak
memiliki pengalaman bisnis dan memasarkan lembaga
pendidikannya.

Fenomena bisnis di sektor pendidikan pada akhirnya harus
dilihat sebagai sebuah kemungkinan dan kesempatan yang
positif, baik dari sisi praktis maupun sisi pengembangan
khasanah teori-teori dan bidang ilmu pendidikan. Pada sisi
praktis, bisnis ini memungkinkan lahirnya lapangan kerja yang
profesional, baik pada bidang manajemen pendidikan, ekonomi
pendidikan, pemasaran dan advertising dan lain sebagainya,
serta akan meningkatkan kemampuan lembaga pendidikan tersebut
untuk survive.

Dan secara akademik lahirnya cabang ilmu pengatahuan yang
baru, yang berkenaan dengan kepentingan praktis tersebut
menjadi mutlak adanya. Dan untuk itu, diperlukan suatu kajian
yang spesifik dalam bidang tersebut, dan bukan mustahil untuk
didirikannya progran studi yang relevan. Dengan adanya
komunitas profesional dalam bidang tersebut, maka lahirnya
kecenderungan dan tuntutan bisnis atau wirausaha dalam sektor
pendidikan sedikit banyaknya bisa dipertanggungjawabkan secara
akademis dan profesional.

Dengan demikian perguruan tinggi dan fakultas pendidikan
memungkinkan untuk melebarkan sayapnya ke wilayah yang lebih
luas. Bukan hanya berkisar pada persoalan proses, sarana dan
metode pendidikan serta persoalan konvensional lainya, akan
tetapi juga bisa berbicara pada wilayah yang lebih luas dan
menjanjikan. Studi di fakultas atau perguruan tinggi bidang
pendidikan bukan hanya sebatas untuk menjadi guru atau ahli
dalam bidang pendidikan (dalam pengertian konvensional), akan
tetapi juga menjadi ahli ekonomi, bisnis dan manajemen
pendidikan yang memiliki peluang dan keahlian untuk membangun
suatu industri pendidikan yang memiliki peluang ekonomi yang
lebih menjanjikan.

Civitas akademika sebuah lembaga pendidikan yang selama ini
sering dipandang sebagai insan pengabdi (komunitas dan
masyarakat Umar Bakri) yang dianggap berseberangan dengan
kepentingan-kepentingan untuk meningkatkan taraf ekonomi yang
layak, bukan mustahil mampu menyejajarkan dengan komunitas
wirausahawan (pelaku bisnis). Dengan meningkatnya taraf hidup
mereka, "barangkali" bisa diharapkan pengabdian dan
profesionalisme Umar Bakri ini meningkat karena mereka bisa
lebih concern dengan profesinya, tidak perlu mencari tambahan
dari kiri dan kanan. Insya Allah.***

Penulis dosen filsafat di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung.

CHAIRUL TANJUNG

Belakangan ini, Chairul Tanjung adalah sosok pengusaha yang namanya paling banyak disebut ketika berbicara mengenai peta baru pengusaha besar nasional. Ia banyak disebut sebagai the rising star. Pengusaha pemilik Para Group ini berhasil melakukan lompatan bisnis yang spektakuler justru ketika ekonomi masih dilanda badai krisis. Lompatan besar bermula ketika ia memutuskan untuk mengambil alih kepemilikan Bank Mega pada 1996 lalu. Berkat tangan dinginnya, bank kecil dan sedang sakit-sakitan yang sebelumnya dikelola oleh kelompok Bappindo itu kemudian disulap menjadi bank besar dan disegani. Pada akhirnya bank ini pun menjadi pilar penting dalam menopang bangunan Para Group. Dua pilar lain adalah Trans TV dan Bandung Supermall.
Sebagai sosok pengusaha sukses yang kini langka, Chairul dikalangan teman-teman dekatnya sering dijuluki sebagai The Last of The Mohicans. Sebutan ini mengacu pada sebuah judul film terkenal produksi Hollywood beberapa tahun lalu yang menceritakan kisah penaklukan kaum kulit putih terhadap bangsa Indian di Amerika Serikat sana.

Pada akhirnya, bangsa asli yang sebelumnya menjadi tuan tanah dan penguasa wilayah itu kemudian semakin terpinggir dan menjadi sosok langka. Namanya saja sebutan berbau joke sehingga tetap atau tidak penting.
Yang jelas Chairul bukan tergolong pengusaha "dadakan" yang sukses berkat kelihaian membangun kedekatan dengan penguasa. Mengawali kiprah bisnis selagi kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, sepuluh tahun kemudian ia telah memiliki sebuah kelompok usaha yang disebut Para Group. Kelompok usaha ini dibangun berawal dari modal yang diperoleh dari Bank Exim sebesar Rp 150 juta. Bersama tiga rekannya yang lain, ia mendirikan pabrik sepatu anak-anak yang semua produknya diekspor. "Dengan bekal kredit tersebut saya belikan 20 mesin jahit merek Butterfly," ujarnya suatu saat kepada Eksekutif.

Kini pengusaha kelahiran 16 Juni 1962 itu menjadi figur sukses yang sangat sibuk. Ketika Eksekutif meminta kesempatan untuk sebuah wawancara khusus, ia mengaku kerepotan untuk memilih waktu yang tepat. Maklum, selain sibuk mengurus bisnis, pria satu ini juga punya segudang kegiatan kemasyarakatan. Sebelum terpilih menjadi ketua umum PB PBSI beberapa waktu lalu, Chairul telah aktif di berbagai organisasi sosial seperti PMI, Komite Kemanusiaan Indonesia, anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia dan sebagainya. "Kini waktu saya lebih dari 50% saya curahkan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan," ungkapnya. (Tokoh Indonesia, Repro Eksekutif No. 269)

ABDULLAH GYMNASTIAR (AA GYM)

SUKSES BISNIS DENGAN AKHLAK
“Kalau kita mau sukses, kunci pertama adalah jujur, dengan bermodalkan kejujuran, orang akan percaya kepada kita. Kedua, professional. Kita harus cakap sehingga siapapun yang memerlukan kita merasa puas dengan yang kita kerjakan. Ketika, inovatif, artinya kita harus mampu menciptakan sesuatu yang baru, jangan hanya menjiplak atau meniru yang sudah ada.”

K.H. Abdullah Gymnastiar.
Sosok kyai muda ini sering kali muncul di acara televisi secara langsung yang selalu dihadiri oleh ribuan massa menjadi ciri khas dan fenomena tersendiri. Beliau adalah K.H. Abdullah Gymnastiar atau biasa dipanggil Aa Gym, pimpinan pesantren Daarut Tauhid Bandung. Aa Gym memulai pendidikan formal awal di SD Damar sebuah SD swasta yang kini sudah dibubarkan. Sekolah ini cukup jauh dari rumahnya, sekitar tiga
1 kilometer. Masa itu, pilihan satu-satunya ke sekolah adalah berjalan kaki. Menjelang naik ke kelas 3 SD, pindah ke KPAD Gegerkalong. Aa Gym pun pindah sekolah ke SD Sukarasa 3. Bakat saya mulai berkembang dan nilai prestasi sekolah pun cukup bagus. Terbukti ketika tamat, beliau terpilih menjadi ranking terbaik II di sekolah dengan selisih satu nilai saja dibandingkan ranking I. Di bidang seni, bakat beliau juga berkembang, seperti menggambar dan menyanyi. Sejak itu pula Aa Gym sering ditunjuk menjadi ketua kelas dan aktif dalam gerakan Pramuka. Jiwa dagang Aa Gym sudah terbentuk sejak TK, terbawa-bawa hingga di Sekolah Dasar. Misalnya, beliau pernah menjual petasan yang memang pada waktu itu belum dilarang seperti sekarang. Alhasil, beliau pernah mendapat teguran dan pengurus DKM masjid. Namun, pada waktu itu beliau belum begitu mengerti ilmu agama dengan baik. Setelah lulus SMA dan memasuki kuliah Aa Gym tidak lulus tes Sipenmaru. Aa Gym mencoba daftar ke Pendidikan Ahli Administrasi Perusahaan (PAAP) Universitas Padjadjaran, yaitu sebuah program D3 di Fakultas Ekonomi. Alhamdulillah beliau diterima. Namun, kuliah di sini hanya bertahan selama tahun. Beliau lebih sibuk berbisnis daripada mengikuti kuliah. Teman-teman kuliah pun lebih mengenal beliau sebagai “tukang dagang”. Selepas PAAP, beliau masuk ke Akademi Tekhnik Jenderal Abmad Yani (ATA, sekarang
2 Unjani).

Kampusnya waktu itu sangat sederhana karena menumpang di SD Widyawan atau kadang di PUSDIKJAS. Maklum, karena pemiliknya adalah Yayasan Kartika Eka Paksi milik Angkatan Darat. Selama kuliah di ATA, beliau mengontrak sebuah kamar di pinggir sawah karena benar-benar ingin melatih hidup mandiri. Soal prestasi, banyak yang telah diraih. Beliau mengikuti lomba menggambar, mencipta lagu, baca puisi, sampai lomba pidato. Allhamdulillah, beliau selalu meraih juara, walaupun yang mengadakannya adalah senat mahasiswa dan kebetulan beliau sendirilah ketuanya. Selain menjadi ketua senat, beliau juga menjadi komandan resimen mahasiswa (Mlenwa) di ATA, maklumlah saingan di kala itu sedikit. Kegiatan berbisnis masa kuliah juga semakin menggebu. Beliau pernah membuat usaha keset dan perca kain. Beliau juga jadi penjual baterai dan film kamera kalau ada acara wisuda. Aa Gym juga sempat menjadi supir angkot jurusan Cibeber-Cimahi sekedar menambah pemasukan. Inti dari semua ini, memang Aa Gym sangat senang untuk membiayai kebutuhan sendiri tanpa menjadi beban siapa pun. Selain itu, beliau juga melatih diri untuk tidak dibelenggu oleh gengsi dan atribut pengekang lainnya. Aa Gym telah menyelesaikan program sarjana muda di ATA walaupun belum mengikuti ujian negara. Berarti, beliau memang tak berhak menyandang gelar apa pun. Bahkan, sampai saat ini 3 ijazahnya pun belum beliau ambil dari kampus.

Memang sesudah itu ada upaya untuk melanjutkan kuliah sampai S1, terutama karena dorongan teman-teman dan beberapa dosen yang baik hati. Beberapa kegiatan perkuliahan pun diikuti. Akan tetapi, setelah menelusuri hati, ternyata hanya sekedar untuk mencari status belaka, dan hal itu tak cukup kuat untuk memotivasi menyelesaikan kuliah. Mungkin hikmahnya untuk memotivasi orang yang belum dan tak punya gelar agar tetap optimis untuk maju dan sukses.

Untuk menyempurnakan ibadah dan melaksanakan sunnah, Aa Gym pun menikah. Tepat dua belas Rabiul Awal tahun 1987 adalah salah satu titik sejarah bagi kehidupan beliau dengan diucapkannya ijab kabul. Gadis yang menjadi pilihan beliau adalah Ninih Muthmainnah. Pernikahan yang dilaksanakan di Pesantren Kalangsari, Cijulang,ini dihadiri oleh banyak ulama karena memang berada di lingkungan pesantren. Beliau menikah dengan resepsi ala kadarnya. Bahkan, untuk menghemat jamuan bagi tamu, digunakan niru (nampan) sehingga satu niru bisa menjamu 8 orang sesudah menikah, kami tinggal di rumah orang tua di Kompleks Perumahan Angkatan Darat (KPAD) Gegerkalong, Bandung. Aa Gym bertekad untuk memberi nafkah kepada keluarga dengan uang yang jelas kehalalannya. Jelas tak mungkin rumah tangga akan berkah dan bahagia jika ada makanan 4 atau harta haram yang dimiliki.

Untuk itu, beliau mulai merintis usaha kecil-kecilan. Usaha-usaha yang beliau rintis antara lain :

1. Buku. Setiap pagi beliau berjualan buku di Masjid al-Furqon, IMP Bandung. Sambil belajar tafsir dan ilmu hadits di sana, beliau memikul kardus berisi buku-buku agama untuk dijual. Jadi, sambil menuntut ilmu juga mencari rezeki. Alhamdulillah, usaha kecil inilah yang menjadi cikal bakal toko buku dan sekarang berkembang menjadi supermarket yang saat ini sudah dikelola dan diserahkan kepada Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Daarut Tauhid.

2. Handicraft. Sambil mengajar di madrasah KPAD, beliau membuat hasil kerajinan bersama anak-anak pada sore harinya. Usaha ini terus berkembang hingga bisa membeli mesin gergaji. Sejak itu kami banyak menerima order plang nama serta order sablonan. Dari usaha sederhana inilah kemudian berkembang menjadi usaha percetakan dan penerbitan buku. Subhanallah, benar-benar semuanya dimulai dari hal yang kecil.

3. Konveksi. Mengingat istri beliau punya keterampilan menjahit, maka untuk menambah penghasilan keluarga, beliau menabung agar bisa membeli mesin jahit bekas. Alhamdulillah, order jahitan berkembang dan bisa mengajak beberapa muslimah untuk ikut bergabung. Kadang seminggu 5 sekali kami berbelanja untuk membeli kain yang dijual kiloan.. Dari kegiatan dan perjuangan inilah cikal bakal lahirnya usaha konveksi.

4. Mie Baso. Menjual mie baso, inilah pekerjaan yang paling mengesankan. Beliau mengelola usaha warung baso kecil-kedilan di Perumnas Sarijadi, bekerja sama dengan pamannya selaku pemilik rumah. Setiap pukul empat subuh beliau sudah pergi ke Pasar Sederhana untuk mencari tulang karena kuah yang enak harus dicampur dengan sumsum tulang. Aktivitas berikutnya dilanjutkan dengan menggiling daging untuk bahan baso, dan pukul sembilan pagi beliau baru bisa melayani pembeli. Karena beliau tak mau ketinggalan shalat berjamaah, setiap kali adzan, warung baso beliau tinggalkan. Beliau pergi shalat berjamaah di sebuah masjid yang letaknya agak jauh dari warung, sementara pembeli beliau tinggalkan dan dipersilahkan memasukkan uang bayarannya ke tempatnya. Memang tampaknya seperti mengajak pada kejujuran, tapi hasilnya pembeli banyak yang bingung justru yang sering datang adalah yang mau berkonsultasi. Akibatnya, tak jarang saya baru bisa pulang ke rumah sekitar jam sembilan malam. Lelah sekali rasanya sementara hasilnya pun tak seberapa. Rupanya masyarakat tak terbiasa dengan cara baru ini. Belum lagi badan yang selalu bau baso karena seharian bergulat dengan baso. Yang menyedihkan, ternyata istri agak mual dan kurang suka mencium bau baso. Akhirnya, tutuplah warung baso ini dengan segudang pengalamannya.
Menurut Aa Gym seorang wirausahawan sejati sangat dipengaruhi oleh masa kecilnya. Kalau masa kecilnya selalu dimanja, selalu dimudahkan urusan, selalu ditolong, maka bersiap-siaplah menuai anak yang tidak berdaya. Oleh karena itu, bagi yang masih muda jangan bercita-cita melamar pekerjaan, tapi berpikirlah untuk menjadi wirausahawan. Dan bagi orang tua, tanamkan kepada anak-anak kita jiwa wirausaha sejak dini. Didik anak-anak agar mandiri sejak kecil. Latih anak-anak kita untuk selalu bertanggung jawab terhadap apa yang dia lakukan. Orang tua yang memanjakan anak-anak mereka dengan memberikan segala keinginannya maka akibatnya akan kembali juga kepada orang tua. Beliau pun sempat berjualan semenjak di bangku TK dengan menjual jambu tetangga. Begitu juga ketika di bangku SD dan SMP. Dengan demikian, ketika selesai kuliah, sudah hafal bagaimana cara “bangkrut efektif”, bagaimana “tertipu optimal”, dan bagaimana usaha bisa remuk. Selesai kuliah, ijazah tidak diambil sehingga sampai sekarang saya tidak tahu ijazah saya seperti apa. Namun, dengan izin Allah tidak kurang rezeki sampai sekarang. Mencoba mengurus pesantren dengan jiwa wirausaha jadilah pesantren Daarut


5. Tauhid seperti sekarang ini. Hal ini benar-benar membuat sebuah keyakinan bahwa jikalau jiwa kewirausahaan tertanam sejak awal pada diri kita, kita tidak akan pernah takut dengan apa pun. Karena itu, kalau saja bangsa ini dikelola oleh orang-orang yang berjiwa wirausaha, tidak ada satu pun yang perlu kita takuti dan krisis ini. Hal yang paling tak enak didengar beliau adalah kalau ada yang bertanya, “Berapa sih tarifnva kalau manggil Aa Gym ceramah?” Duh, rasanya sedih sekali dengan pertanyaan seperti itu. Alhamdulillah, bagi beliau berdakwah adalah panggilan kewajiban atas amanah ilmu yang ada. Bisa menyampaikan ilmu saja sudah merupakan rezeki yang luar biasa. Kalaupun ada yang berterima kasih, itu karunia Allah yang tak diharapkan, mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi banyak pihak. Itulah sebabnya beliau berusaha sekuat tenaga agar memiliki penghasilan sendiri. Apalagi sesudah regenerasi di Yayasan Daarut Tauhid sehingga beliau lebih leluasa dan sungguh-sungguh untuk membangun MQ Corporation, usaha pribadi yang beliau harapkan menjadi sumber rezeki yang halal serta mencukupi untuk keluarga dan biaya dakwah, sehingga dapat menghindari fitnah dan tak menjadi beban bagi umat. Selain itu juga bisa membuktikan bahwa bisnis berbasis moral sangat memungkinkan untuk maju, bermutu, dan bermanfaat banyak. Hal ini juga menjadi laboratorium saya untuk berlatih mengelola bisnis yang profesional sebagai bahan untuk berdakwah dan tentunya juga membuat lapangan kerja yang lebih luas bagi masyarakat, khususnya para tetangga, kaum dhuafa, dan orang-orang cacat. Bagi beliau usaha yang ditekuni adalah sarana bagi teman-teman yang memiliki rezeki berlebih dan ingin usaha yang halal dan maslahat, untuk bergabung dalam sistem bagi hasil. Oleh karena itu, dan setiap keuntungan, selain disisihkan untuk zakatnya juga dikeluarkan biaya pendidikan bagi saudara kita yang dhuafa agar bisa maju bersama-sama. Alhamdulillah dengan didukung oleh tim yang berakhlak baik, konflik menjadi minimal dan kebocoran pun nyaris nihil. Bahkan, sesudah kemampuan pengelolanya dikembangkan, kinerja perusahaan kian baik dan professional. Dulu beliau berpikir pas-pasan, yaitu pas butuh ada. Tapi kini beliau berpikir sebaliknya. Beliau ingin menjadi orang kaya yang melimpah rezekinya serta halal dan berkah. Mudah-mudahan menjadi contoh bagi orang yang mau kaya dengan tetap taat kepada Allah. Dan juga supaya orang tak memandang sebelah mata karena menganggap kita butuh terhadap kekayaan mereka. Di samping itu juga diharapkan bisa sedikitnya memberi contoh bagaimana memanfaatkan kekayaan di jalan Allah. Semoga terpelihara dari fitnah dunia karena memang luas dunia ini amat menggoda dan melalaikan.

Kebanyakan orang selalu meributkan modal berupa finansial, padahal menurut beliau modal itu adalah: Pertama, keyakinan kepada janji dan jaminan Allah. Kedua, kegigihan meluruskan niat dan menyempurnakan ikhtiar. Ketiga, menjadi orang yang terpercaya (kredibel). Kredibel berarti sikap yang selalu jujur dan terpercaya, selalu berusaha melakukan yang terbaik dan memuaskan, serta selalu berusaha mengem-bangkan ilmu, pengalaman, wawasan, sehingga bisa tampil kreatif, inovatif dan solutif. Percayalah bahwa sebelum kita lahir, rezeki sudah lengkap disiapkan oleh Allah Yang Mahakaya. Kita hanya disuruh menjemputnya, bukan mencarinya. Yang harus diperoleh justru keberkahan dari jatah kita. Dan semua itu akan datang kalau kita bekerja di jalan yang diridhoi oleh Allah Swt. Adapun keuntungan bukan hanya berupa uang, harta, kedudukan, atau aksesoris duniawi lainnya. Bagi beliau, keuntungan itu adalah ketika bisnis yang dilakukan ada di jalan Allah, bisnis kita jadi amal shaleh yang disukai Allah, dan menjadi jalan mendekat kepada-Nya. Nama baik kita terjaga, bahkan menjadi personal guarantie. Dengan bisnis kita bertambah ilmu, pengalaman, dan wawasan, dengan bisnis bertambahnya saudara dan tersambungnya silaturahmi, dan dengan bisnis kita semakin banyak orang yang merasa beruntung.

Jadi, walaupun keuntungan finansial tak seberapa didapat atau bahkan tak mendapatkannya, apabila keuntungan seperti di atas sudah didapatkan, beliau tetap merasa sangat beruntung. Beliau yakin pada saatnya Allah akan memberikan keuntungan dunia yang sesuai dengan waktu dan jumlahnya dengan kadar kebutuhan dan kekuatan iman beliau.
Berbisnis bagi Aa Gym bukan sekedar urusan duniawi. Jika bisnis dijalankan dengan cara yang salah hanya akan melahirkan kerakusan dan ketamakkan manusia. Sebaliknya bisnis yang dijalankan dengan niat dan cara yang benar adalah ibadah yang besar sekali pahalanya, karena dengan mengokohkan harga diri bangsa. Seperti disampaikan beliau dalam sebuah kesempatan, bahwa perekonomian yang kuat akan berimbas pada tingkat kesehatan yang baik, sehingga akan meningkatkan kemampuan untuk berkarya dengan mengakses ilmu lebih banyak, hingga melahirkan sebuah bangsa yang cerdas.
Visi Aa Gym dalam membantu Pesantren Daarut Tauhid sekaligus dengan beragam kegiatan bisnisnya, tidak lepas dari konsep dasar pendidikan di pesantren ini menyatukan antara dimensi dzikir, fikir dan ikhtiar. Dimensi dzikir ini sangat menekankan pada keikhlasan dan penyerahan diri kepada Tuhan. Hal ini merupakan sisi penyeimbang hidup, dimana kita dituntut untuk senantiasa 11
menyempatkan waktu, untuk berkontemplasi dan menjadikan setiap detik kehidupan kita bergantung kepada Tuhan. Dimensi fikir menegaskan pentingnya rasionalitas dalam setiap tindakan kesehatian kita, sehingga setiap langkah merupakan bagian dari perencanaan yang matang. Sementara dimensi ikhtiar menunjukkan pentingnya etos kerja, melalui hidup penuh kesungguhnya dan kerja keras tanpa kenal putus asa. Ketika dimensi tersebut jika dilakukan secara sinergis akan melahirkan pribadi yang unggul dan tangguh dengan tetap dilandasi oleh nilai kearifan.
Kunci kesuksesan Aa Gym dalam menjalankan roda bisnis di pesantrennya, hingga telah berkembang menjadi 24 bidang usaha dalam 12 tahun, terletak pada pembangunan kredibilitas para pengelolanya yang meliputi tiga aspek utama yaitu, nilai kejujuran, kecakapan (profesionalisme), dan inovatif. Nilai kejujuran yang diajarkan meliputi ketepatan dalam menepati janji, manajemen waktu, memiliki fakta dan data yang jelas, terbuka, kemampuan mengevaluasi, rasa tanggung jawab dan pantang putus asa.

Kecakapan dalam berbisnis ini selain diperlukan pendidikan yang penting juga adalah pelatihan nyata. Seperti ditulis oleh Syafi’i Antonio dalam artikelnya yang menceritakan tentang riwayat Rasulullah yang telah mendapat pendidikan entrepreneurship sejak usia 12 tahun, ketika bersama 12
pamannya Abu Thalib melakukan perjalanan bisnis. Pada usia 17 tahun Beliau telah diberi tanggung jawab untuk mengurus seluruh bisnis pamannya, dan mulai merasakan persaingan dengan para pedagang yang lebih professional. Menginjak usia 25 tahun Beliau mendapatkan dukungan finansial dari konglomerat setempat Siti Khadijah yang kemudian menjadi istri Beliau.

Nilai yang ketika yang dikembangkan Daarut Tauhid yang juga dikenal dengan bengkel akhlak ini adalah inovatif. Beberapa aspek pendidikannya antara lain melatih jiwa progressive, dengan menjadikan perubahan ke arah yang lebih baik sebagai kewajiban massal, mengadakan studi banding, melakukan pelatihan-pelatihan dan senantiasa memberikan rangsangan untuk melahirkan sikap kreatif dan inovatif.
Ketiga nilai tersebut telah dilakukan secara integral di Daarut Tauhid. Bisnis bagi Aa Gym akan terasa hambar jika nilai-nilai moral dikesampingkan, hanya akan menjadi materi sebagai dewa yang dikejar dan diagung-agungkan, dan akhirnya akan melahirkan jiwa-jiwa Brutus di setiap pelaku bisnis.
Aspek-aspek modal dalam bisnis sebetulnya telah diajarkan oleh Rasul jauh 15 abad yang lalu, lewat sifat-sifat kerasulan yang dimiliki Beliau yaitu sidiq (benar), amanah (terpercaya), fathonah (cerdas) dan tabligh (komunikasi). Nilai-nilai moral ini bersifat general truth, melintasi batas waktu, agama dan budaya. Jika disinergikan dengan strategi bisnis yang tepat akan mampu membangun kepercayaan konsumen yang kuat. Kepercayaan konsumen ini merupakan aset yang tidak ternilai.
Kepemimpinan yang berkembang umum di kalangan pesantren pada umumnya masih tradisional, kyai sentries, komando tunggal, dan iklim demokrasi kurang berkembang sehingga seringkali timbul blind faith di kalangan santri. Fungsi manajemen yang dijalankan pun kurang mendapat sentuhan bahkan cenderung diabaikan. Pola kepemimpinan Darut Tauhid tidak lagi menempatkan figur sebagai sentral. Aa Gym sebagai pemimpin pesantren hadir hanya karena nilai khusus yang dimilikinya. Meminjam istilah Max Webber, pola kepemimpinan yang lahir seperti ini karena otoritas karismatik. Kepemimpinan di Daarut Tauhid telah menerapkan system pendelegasian kerja, sebagai pengalihan wewenang formal manajer kepada bawahannya. Pemimpin diajarkan untuk memiliki sikap rendah hati dan mau melayani, seperti pernah dikemukakan oleh A.M. Mangunhardjana SJ. Bahwa pada intinya pemimpin adalah tugas pengabdian mereka menjalankan the golden rule of leadership yaitu knows the way, shows the way and goes the way. Dari sisi manajemen 14
Daarut Tauhiid telah menerapkan system lebih dari hanya sekedar menerapkan sistem manajemen modern. Dimana sistem manajemen modern. Dimana sistem manajemen yang berkembang saat ini tidak menjadikan manusia hanya objek pelaku agar materi dan kapital semakin produktif, tapi juga telah melahirkan aspek-aspek spiritual dan emosi dalam pemikiran manusia. Covey sendiri dalam hal ini telah melakukan terobosan baru dengan mengemukakan gagasannya tentang manajemen berbasis kepentingan yang kental dengan nuansa religius.
Daarut Tauhid sendiri menerapkan inti manajemen dan kepemimpinan sekaligus dalam konsep Manajemen Qolbu (MQ) yang ditawarkannya. Dalam MQ hati adalah fakultas utama dalam diri manusia yang sangat menentukan kualitas manusia itu sendiri, jika dimanajemeni dan dipimpin dengan benar akan melahirkan manusia paripurna dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Dalam kesehariannya Daarut Tauhid tidak pernah merengek-rengek meminta sumbangan, apalagi dengan menjaring dana di pinggir jalan. Dilihat dari fasilitas dan asset Daarut Tauhid termasuk pesantren yang maju dalam waktu singkat. DT pada awalnya hanya dikenal sebagai bengkel akhlak tetapi sekarang lebih menonjol di bidang ekonomi. “Memang kami memiliki strategi tersendiri, oleh karena itu visi 15
dan misi Daarut Tauhid sendiri harus dikenali dahulu. Secara garis besar kami ingin membentuk SDM yang memiliki keunggulan dalam zikir, fikir dan ikhtiar, suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan,” demikian penuturan Abdullah Gymnastiar.
Dzikir, fikir dan ikhtiar ini merupakan konsep dasar dari MQ yang diajarkan sehari-hari melalui hal-hal kecil. Untuk menerapkan Daarut Tauhid sendiri memiliki lima aturan dasar pelatihan kepada para santrinya yang juga merupakan bagian dari roda perekonomian Daarut Tauhid. Pertama, seorang santri dilatih untuk berfikir keras, mengenal diri dan potensinya sehingga ia mampu mengenal kekurangan diri lalu memperbaikinya dan menempat dirinya secara optimal. Kedua, mereka dilatih untuk mengenal situasi lingkungannya sehingga bisa mendapatkan manfaat dari lingkungannya secara optimal sekaligus memberikan manfaat balik kepada lingkungan secara professional. Ketika, mereka dilatih untuuk membuat suatu perencanaan yang matang, sehingga segala sesuatunya berjalan dalam jalur yang telah disepakati. Keempat, mereka dilatih untuk mengevaluasi setiap hasil karya mereka, bertanggung jawab terhadap tugas yang dibebankan dan senantiasa meningkatkan kinerja mereka. Kelima, ciri SDM yang akan dibentuk adalah yang unggul dalam berikhtiar. Kombinasi ibadah yang bagus, strategi hidup yang tepat dan ikhtiar dengan bersungguh-sungguh akan menjadikan hidup sebagai mesin penghasil karya.

Pola MQ sampai sejauh ini telah menghasilkan SDM yang unggul, hal ini terbukti dari berkembangnya perekonomian di lingkungan Daarut Tauhid dan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadapnya, diantaranya dengan kepercayaan untuk mengadakan pelatihan dan pendidikan manajemen untuk para eksekutif di PT Telkom, BNI, IPTN dan PT Kereta Api Indonesia. Mereka tertarik dengan konsep manajemen Daarut Tauhid karena diyakini mampu meningkatkan etos kerja dan menurunkan tingkat penyelewengan kerja, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Minggu, 04 Oktober 2009

budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.



 

TEMPLATES AND HACKS

lai Copyright © 2009 REDHAT Dashboard Designed by SAER